bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online

Monday 8 February 2016

Cara Menjawab Adzan, Iqomah serta Doa Setelahnya

السلام عليكم

Salam Rahayu dan Damai Selalu.

Sahabatku yang baik hati, Kali ini kita akan belajar mengetahui tata cara menjawab adzan dan iqomat.
Ketika kita mendengar panggilan sholat (adzan), kita disunatkan menjawabnya.
Abu Sa’id Al-Khudri  mengabarkan bahwa Rasulullah Muhammad bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ


“Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin.” (HR. Al-Bukhari no. 611 dan Muslim no. 846)

Ketika muadzin sampai pada pengucapan hay’alatani yaitu kalimat:
 حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ،     حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ      disenangi baginya untuk menjawab dengan hauqalah yaitu kalimat:

لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ

sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Umar ibnul Khaththab  Ia berkata: Rasulullah  bersabda:



إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ أَحَدُكُمُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، فَقاَلَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قَالَ: لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ، قَالَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

 Apabila muadzin mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka salah seorang dari kalian mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Kemudian muadzin mengatakan, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah”, maka dikatakan, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Muadzin mengatakan setelah itu, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, maka dijawab, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alash Shalah”, maka dikatakan, “La Haula wala Quwwata illa billah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alal Falah”, maka dikatakan, “La Haula wala Quwwata illa billah.” Kemudian muadzin berkata, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka si pendengar pun mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Di akhirnya muadzin berkata, “La Ilaaha illallah”, ia pun mengatakan, “La Ilaaha illallah” Bila yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan keyakinan hatinya niscaya ia pasti masuk surga.” (HR. Muslim no. 848


Namun boleh juga dia menjawabnya sebagaimana lafadz muadzin dengan hay’alatani      حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ،      حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ      berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudri  yang telah kita sebutkan di atas. Al-Imam Ibnul Mundzir  menyatakan, “Ini termasuk ikhtilaf atau perbedaan yang mubah. Bila seseorang menghendaki maka ia mengucapkan sebagaimana ucapan muadzin, dan kalau mau ia mengucapkan sebagaimana dalam riwayat Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan. Yang mana saja ia ucapkan, maka ia benar.” (Al-Ausath, 4/30)
baca juga: Manaqib Jawahirul Ma'ani dan Fadilahnya
Hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ

“Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzin. Kemudian bershalawatlah untukku. Karena siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat padanya (memberi ampunan padanya) sebanyak sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah pada Allah untukku. Karena wasilah itu adalah tempat di surga yang hanya diperuntukkan bagi hamba Allah, aku berharap akulah yang mendapatkannya. Siapa yang meminta untukku wasilah seperti itu, dialah yang berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim no. 384).
Adapun meminta wasilah pada Allah untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan dalam hadits dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan allahumma robba hadzihid da’watit taammah wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah’ [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], maka dia akan mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari no. 614 )

baca juga: cara menambah partisi baru tanpa software
Ada juga amalan sesudah mendengarkan azan jika diamalkan akan mendapatkan ampunan dari dosa. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا. غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ

“Siapa yang mengucapkan setelah mendengar azan: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa (artinya: aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku ridha sebagai Rabbku, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku), maka dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim no. 386)


 Jika sang mu'adzin berkata dalam adzan sholat subuh:   الصلاة خير من النوم          “Ash-Shalatu Khairun minan Naum”

Lahiriah dari ucapan Nabi :



إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ

“Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin,” adalah kita mengucapkan kalimat yang sama dengan muadzin, "A
Shalatu khairun minan naum.” Inilah pendapat yang shahih.


Adapun menjawabnya dengan:
 


صَدَقْتَ وَبَرَرْتَ 


Artinya: Engkau benar dan engkau telah berbuat baik, adalah pendapat yang lemah tidak bersandar dengan dalil. (Asy-Syarhul Mumti’, 2/92)

Ganjaran Surga bagi yang Menjawab Adzan dengan Yakin

 Siapa yang menjawab adzan dengan meyakini apa yang diucapkannya maka dia mendapat janji surga dari Rasulullah  sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah  Ia berkata:



كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ  فَقَامَ بِلاَلٌ يُنَادِي، فَلَمَّا سَكَتَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : مَنْ قَالَ مِثْلَ مَا قَالَ هَذَا يَقِيْنًا دَخَلَ اْلَجّنَّةَ

Pernah ketika kami sedang bersama Rasulullah , Bilal bangkit untuk menyerukan adzan. Tatkala Bilal diam, Rasulullah n bersabda, “Siapa yang mengucapkan seperti ucapannya muadzin disertai dengan keyakinan maka ia pasti masuk surga.” (HR. An-Nasa’i no. 674, dihasankan Al-Imam Albani t dalam Shahih Sunan An-Nasa’i)

Hukum Menjawab Adzan


Tentang hukum menjawab adzan ini, ulama berbeda pendapat. Sebagian Hanafiyyah, ahlu zahir, Ibnu Wahb, dan yang lainnya berpendapat wajib menjawab adzan bagi yang mendengar adzan, dengan mengambil lahiriah hadits yang datang dengan lafadz perintah, sedangkan perintah menunjukkan wajib. 
Adapun jumhur ulama berpendapat hukumnya sunnah, tidak wajib

dengan dalil hadits Anas bin Malik z yang menyebutkan bahwasanya:




سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: عَلَى الْفِطْرَةِ. ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: خَرَجْتَ مِنَ الناَّرِ

 (Rasulullah Muhammad) pernah mendengar seseorang yang adzan mengatakan, “Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Rasulullah menjawab, “Dia di atas fithrah.” Kemudian muadzin itu berkata, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah. Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Rasulullah berkata, “Engkau keluar dari neraka.” (HR. Muslim no. 845)

Dalam hadits di atas, Rasulullah n mengucapkan ucapan yang berbeda dengan muadzin, berarti mengikuti ucapan muadzin tidaklah wajib.

baca juga: Sa'ir Jaljalut dengan artinya
Dalil lainnya adalah ucapan Nabi  kepada Malik ibnul Huwairits dan teman-temannya : 

فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ

Apabila datang waktu shalat, hendaklah salah seorang dari kalian menyerukan adzan untuk kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 628, 7246 dan Muslim no. 1533)

Nabi Muhammad tidak mengatakan, “Hendaklah orang lain yang mendengarnya mengikuti adzan tersebut.” Seandainya menjawab adzan itu wajib niscaya Nabi  tidak akan menunda keterangannya dari waktu yang dibutuhkan. Karena, ketika itu beliau tengah memberikan pengajaran kepada Malik dan teman-temannya. (Fathu Dzil Jalali wal Ikram 2/195, Asy-Syarhul Mumti’, 2
/82,83)
Al-Imam Malik t dalam Al-Muwaththa’ (no. 236), meriwayatkan bahwa Tsa’labah ibnu Abi Malik Al-Qurazhi menyatakan mereka dulunya di zaman ‘Umar ibnul Khaththab  mengerjakan shalat pada hari Jum’at hingga Umar keluar dari rumahnya masuk ke masjid. Bila Umar telah masuk masjid dan duduk di atas mimbar, muadzin pun mengumandangkan adzan. Kata Tsa’labah, “Kami duduk sambil berbincang-bincang. Ketika muadzin telah selesai dari adzannya dan Umar berdiri untuk berkhutbah, kami pun diam mendengarkan. Tak ada seorang dari kami yang berbicara.”

Seandainya menjawab adzan itu wajib niscaya mereka akan mengikuti ucapan muadzin dan tidak berbicara yang lain.

Demikian juga diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d , dari Musa ibnu Thalhah ibnu Ubaidullah, ia berkata, “Aku melihat Utsman ibnu Affan  berbincang-bincang dengan orang-orang menanyakan dan meminta informasi dari mereka tentang harga dan berita-berita lainnya, padahal ketika itu muadzin sedang menyerukan adzan.” (Sanadnya shahih sesuai syarat Al-Bukhari dan Muslim, Ats-Tsamar 1/180)

Pendapat jumhur inilah yang kami pilih, wallahu ta’ala a‘lam. Akan tetapi yang perlu kita camkan walaupun hukumnya sunnah bukan berarti ketika diserukan adzan –tanpa ada kepentingan ataupun hajat– kemudian ditinggalkan begitu saja dan tidak diamalkan dari menjawabnya, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian manusia pada hari ini, wallahul musta’an. (Syarhu Ma’anil Atsar 1/188-189, Al-Muhalla 2/184, Bada’iush Shana’i 1/486, Subulus Salam 2/62, Nailul Authar 1/511)

baca juga: cara mudah membuat kaligrafi dengan Kelk
Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Sunnah menjawab adzan ini berlaku bagi orang yang di atas thaharah, bagi yang berhadats, orang junub, wanita haid, dan selain mereka, selama tidak ada penghalang untuk menjawabnya, seperti sedang menunaikan hajat di WC, sedang berhubungan intim dengan istrinya, atau sedang mengerjakan shalat.” (Al-Minhaj 4/309 dan Al-Majmu’ 3/125)

Tidak dibolehkan menjamak/mengumpulkan antara membaca Al-Qur’an dengan menjawab adzan. Karena kalau kita membaca Al-Qur’an, kita akan terlalaikan dari mendengar adzan. Sebaliknya bila kita mengikuti ucapannya muadzin, kita terlalaikan dari membaca Al-Qur’an. (Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 2/196,197)


Menjawab Iqomat


Hukum menjawab iqomat sama dengan menjawab adzan yaitu sunat. Caranya pun sama dengan yang diucapkan, kecuali pada lafadz " qod qomatissholah" maka yang mendengar menjawab dengan lafadz "           


 اَقَامَهاالله وَاَدَامَها وَجَعَلَنِيْ مِنْ صالحي اَهْلِها   


"Aqomahallohu wa adamahaa waja'ani mi sholihii ahliha"


Semoga Alloh tetap mendirikan sholat itu dengan kekalnya, dan mudah mudahan Alloh menjadikan aku ini dari golongan orang sholih yaitu orang yang ahli mengerjakan sholat.


Adapun do'a setelah mendengar iqomat adalah:    

اَللهم رَبَّ هذه الدعْوَة التامة والصلاة القآءمة  صَلِّ وَسَلِّمْ على سيدنا محمد وآته سؤْله يَوْم القِيامة

"Allohumma Robba Hadzihid da'watit Taammati  wassholatil Qoo' imah Sholli Wasallim 'alaa sayyidina Muhammadin wa atihi su'lahu yaumal Qiyamah"

"YaAlloh yang mempunyai panggilan yang sempurna ini dan mempunyai sholat yang didirikan. Curahkan rahmat dan salam atas junjungan kami Nabi MUHAMMAD dan kabulkanlah semua permohonan di hari Qiyamat"

baca juga: Manfaat daun Binahong bagi kesehatan
Syarat syarat menjadi MUA'DZIN
1. Beragama islam
2. Orang laki-laki
3. Tamyiz/orang yang sudah berakal.

Bagi yang sedang hadas besar ataupun keci, makruh menjadi mu'dzin.
Dan disunahkan menyeru adzan dengan suara lantang dan merdu serta berdiri menghadap qiblat.
Wallou A'lam Bisshowab.

Mungkin sampai di sini belajar kita, bila ada salah dan khilaf, mohon koreksi dan pencerahannya.

Salam Rahayu
والسلام علبكم

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung, Berilah kami pencerahan dengan arif dan bijak

Facebook| Twitter| Google+| About | Privacy Policy | Sanggahan | Hubungi Kami
laatansabelajar ~ Copyright © 2016 by CB